KEBUDAYAAN TORAJA
A. Letak Geografis
Kabupaten Tana Toraja adalah salah satu Daerah Tingkat
II di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan Makale sebagai Ibukota Kabupaten, yang
mempunyai luas wilayah 3.205,77 kilometer persegi dan berpenduduk sebanyak
lebih kurang 400.000 jiwa.
Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makasar, sebelah
utara berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Tengah, sebelah timur berbatasan
dengan Teluk Bone, dan sebelah selatan dengan Laut Flores.
Suku Toraja mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan
gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia dan mirip
dengan budaya Nias.
B. Sistem Budaya
Dalam sistem budaya Toraja, Tau-Tau merupakan salah
satu bagian dari prosesi budaya yang masih dilestarikan meskipun mereka telah
menerima kepercayaan lain, antara lain Agama Kristen dan Agama Islam.
Sikap Tau-Tau ini menegaskan nilai-nilai
kolektivitasnya. Penempatan Tau-Tau pada tebing yang dipahat dan menghadap ke
timur (Gunung Sinaji) yang di bawahnya terhampar areal persawahan dimaksudkan
sebagai permintaan akan kesejahteraan hidup masyarakat. Arwah leluhur
diharapkan memberikan kesuburan sehingga panen padi berhasil, kemudian
masyarakat membuat persembahan lewat ritual tertentu, yang merupakan suatu
perjanjian antara masyarakat Toraja dengan leluhur mereka. Tau-Tau merupakan
perwujudan leluhur mereka yang dianggap masih hidup, mereka beranggapan bahwa
kematian bukanlah hal yang mendasar bagi seorang manusia.
C. Sistem Sosial
Masyarakat Toraja mengenal sistem pelapisan masyarakat
yang bersumber dari ajaran kepercayaan laluhur, yang mengatur berbagai aspek
kehidupan, terutama dalam berinteraksi sehingga sangat nampak dalam keseharian
mereka. Tingkatan sosial dalam masyarakat Toraja adalah sebagai berikut:
Tana’ Bulaan, adalah lapisan bangsawan tinggi sebagai
pewaris Aluk (kepercayaan) untuk memimpin agama
Tana’ Bassi, merupakan lapisan bangsawan menengah
sebagai pewaris kepemimpinan
Tana’ Karurun, adalah rakyat kebanyakan yang tidak diperintah
secara langsung oleh para bangsawan
Tana’ Kua-Kua, adalah lapisan hamba sahaya
Dahulu stratifikasi sosial didasarkan pada keturunan
dan kedudukan, namun kini berdasarkan tingkat pendidikan dan kemapanan ekonomi.
Sekarang banyak kelas rakyat kebanyakan yang dahulu mengabdi kepada kaum
bangsawan, kini menggapai posisi sendiri dalam sistem stratifikasi sosial itu.
D. Kebudayaan Fisik
Bahasa
Sebagai bagian dari Nusantara, Bahasa Indonesia
merupakan salah satu bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar dalam
pergaulan. Namun demikian bahasa Toraja (Sa’dan) menjadi bahasa yang
paling dominan dalam percakapan antara warga masyarakat.
Sistem Organisasi Sosial
Tentang organisasi sosial tidak lepas dari kata
Tongkonan, yang berasal dari istilah tongkon yang berarti duduk. Tongkonan
yang merupakan rumah, dahulu merupakan pusat pemerintahan, kekuasan adat
dan pembangunan kehidupan sosial budaya. Tongkonan memiliki beberapa fungsi
antara lain sebagai
pusat budaya,
pusat pembinaan keluarga,
pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan,
Juga merupakan
pusat dinamisator, motivator dan stabilisator
sosial.
Oleh karena itu Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat.. Sebagai contoh, ditampilkan beberapa contoh Tongkonan, yang memiliki kewajiban sosial dan budaya sebagai berikut:
Tongkonan Pesio’ Aluk, tempat menciptakan dan menyusun
aturan-aturan sosial keagamaan
Tongkonan Pekeindoran atau Pekamberan atau Tongkonan
Kaparengesan, berfungsi sebagai tempat mengurus atau mengatur pemerintahan
adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio’ Aluk
Sistem Pengetahuan
“Toraya Mamali” adalah melandasi pengetahuan untuk
modernisasi dan membangun Tana Toraja, karena masih kuatnya budaya tradisional.
Upaya ini berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di dalam maupun
berada di luar Tana Toraja, untuk bersama-sama menyatukan visi dan misi demi
membangun Tana Toraja atas dasar tanggungjawab dan komitmen bersama.
Adapun tekad yang diusung untuk menjadikan “Toraja
Unggul”, adalah sebagai berikut:
Perkataan (berani dan penuh percaya diri)
Penguasan Ilmu dan Teknologi (cerdas dan terampil)
Penebaran Kasih (saling hormat dan mengasihi)
Pariwisata (budaya dan alam)
Toraya Mamali` dicanangkan sebagai program kerja lima
tahunan yang diarahkan kepada bidang:
pendidikan,
pertanian dan
pariwisata.
Sistem Teknologi
Teknik Arsitektur dan Sipil Bangunan Rumah Adat Toraja
yang disebut Tongkonan, benar-benar artistik, unik dan mengagumkan, karenanya
dijadikan obyek wisata. Bangunan Tongkonan secara garis besar ialah papan
berwarna merah yang menopang sebuah bangunan bentuknya seperti perahu yang
megah. Apabila diperhatikan dengan seksama, guratan pisau rajut yang mengukir
papan berwarna merah itu menjadi pertanda status sosial pemilik bangunan.
Estetika Tongkonan adalah digantungkannya deretan tanduk kerbau yang dipasang
di depan rumah.
Sistem Ekonomi
Pertalian yang paling mendasar adalah Rarabuku, yang
bisa diterjemahkan sebagai “Keluarga”. Toraja memandang Rarabuku sebagai
hubungan “Darah dan Tulang sebagai hubungan antara orangtua dengan anak atau
keluarga inti. Dengan landasan Rarabuku dapat dimengerti bahwa Sistem
Perekonomian Masyarakat Tana Toraja, menganut sistem perekonomian yang
berasaskan kekeluargaan, sebagaimana tertera dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar
Tahun 1945.
6. Sistem Religi
Agama dan Kepercayaan
Di Tana Toraja dijumpai beberapa agama, antara lain
Kristen Protestan 298.22l jiwa,
Katholik l08.850 jiwa,
Islam 37.853 jiwa dan
Hindu Toraja (Aluk Todolo) l3.145 jiwa.
Kepercayaan turun-temurun, yaitu Aluk Todolo dianggap sebagai agama dan kepercayaan asli, yang diturunkan oleh Puang Matua (Sang Pencipta), kemudian menurunkan kepada Datu Lauku, yang berisi aturan bahwa manusia dan segala isi bumi ini harus menyembah kepada Puang Matua dalam bentuk sajian. Sang Pencipta kemudian memberikan kekuasaan kepada Deata-Deata (Sang Pemelihara).
Kepercayaan Orang Toraja khususnya yang disebut Sa’dan, di Sulawesi Selatan dikenal sebagai adat kebiasaan leluhur, namun penganutnya kian hari semakin berkurang, karena pengaruh agama lain. Dari segi administrasi, kepercayaan Aluk Todolo sekarang dimasukkan ke dalam agama Hindu Toraja.
Upacara Adat
Terdapat dua macam upacara yang besarm yaitu Upacara
Adat Rambu Tuka’ dan Rambu Solo.
Upacara Rambu Tuka;
Upacara Rambu Tuka’ adalah acara syukuran, antara lain:
Upacara Rambu Tuka’ adalah acara syukuran, antara lain:
acara pernikahan,
syukuran panen, dan
peresmian rumah adat (Tongkonan) yang baru atau
selesai direnovasi.
Pada acara tersebut hadir semua rumpun keluarga, dan acara itu membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toaja sangat kuat. Semua acara tersebut dikenal dengan nama Ma’ Bua’, Meroek, atau Mangrara Banua Sura’. Rambu Tuka’ diiringi seni musik dan seni tari.
Upacara Rambu Solo;
Upacara Rambu Solo adalah upacara kematian. Mewajibkan keluarga yang ditinggal untuk menyelenggarakan “Pesta”, sebagai tanda penghormatan kepada mendiang. Pelaksanaan upacara Rambu Solo, terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yaitu sebagai berikut:
Upacara Rambu Solo adalah upacara kematian. Mewajibkan keluarga yang ditinggal untuk menyelenggarakan “Pesta”, sebagai tanda penghormatan kepada mendiang. Pelaksanaan upacara Rambu Solo, terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yaitu sebagai berikut:
Dipasang Bongi : Upacara yang dilaksanakan hanya
dalam satu malam
Dipatallung Bongi: Upacara yang berlangsung selama
tiga malam; dilaksanakan dirumah serta ada pemotongan hewan
Dipalimang Bongi : Upacara pemakaman yang
berlangsung selama lima malam; dilaksanakan di sekitar rumah serta ada
pemotongan hewan
Dipapitung Bongi : Upacara pemakaman yang
berlangsung selama tujuh malam, dan setiap harinya ada pemotongan hewan
Biasanya pada Upacara Tertinggi, dilaksanakan dua kali
dengan rentang waktu sekurang-kuranya setahun. Upacara yang pertama disebut
Aluk Pia, biasa dilaksanakan di sekitar Tongkonan keluarga yang berduka.
Upacara kedua disebut Upacara Rante, biasanya dilaksanakan di sebuah lapagan khusus,
karena upacara ini menjadi puncak dari prosesi pemakaman.
Biasanya pada kegiatan semacam ini banyak dijumpai
pada berbagai ritual adat, antara lain:
Ma’tunda,
Mebalun (membungkus jenazah),
Ma’roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan
perak pada peti jenazah),
Ma’ Popengkalo Alang (menurunkan jenazah ke lumbung
untuk disemayamkan), dan yang terakhir adalah
Ma’ Palao (mengusung jenazah ke tempat
peristirahatannya yang terakhir.
Tidak hanya ritual adat yang dapat dijumpai dalam
Upacara Rambu Solo, tetapi berbagai kegiatan budaya lainnya yang menarik dapat
digelar, antara lain:
- Pa’ Badong,
- Pa’Dondi,
- Pa’Randing,
- Pa’Katia,
- Pa’Papanggan,
- Passailo dan
- Pa’ Pasilaga Tedong.
- Selanjutnya seni musiknya:
- Pa’pompang,
- Pa’dali-dali dan
- Unnosong.
Ma’tinggoro Tedong
(pemotong kerbau dengan ciri khas masyarakat Toraja, yaitu memotong kerbau sekali tebas dengan parang). Biasanya kerbau yang akan disembelih, ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Menjelang usainya upacara Rambu Solo keluarga mendiang mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta, yang sekaliguas sebagai tanda selesainya upacara pemakaman Rambu Solo.
(pemotong kerbau dengan ciri khas masyarakat Toraja, yaitu memotong kerbau sekali tebas dengan parang). Biasanya kerbau yang akan disembelih, ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Menjelang usainya upacara Rambu Solo keluarga mendiang mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta, yang sekaliguas sebagai tanda selesainya upacara pemakaman Rambu Solo.
Semakin tinggi tingkat stratifikasi sosial
seseorang/keluarga, upacara itu makin berlangsung lama (bisa beberapa hari) dan
tentunya banyak pula memotong kerbau.
Dalam kepercayaan asli, kerbau dipercaya sebagai
kendaraan arwah atau surga (puya) Tak mengherankan apabila Upacara Rapasan
Saputrandanan, yang digelar oleh kelas bangsawan tinggi, bisa berlangsung
paling sedikit tujuh hari, bahkan bisa berbulan-bulan, dengan jumlah pemotongan
kerbau paling sedikit 12 ekor.
Di Tana Toraja, cara pandang sosial terhadap
penyelenggaraan suatu upacara, bukan dinilai dari jumlah uang yang dikeluarkan,
melainkan dari jumlah kerbau yang dipotong. Di Bolu, Rantepao, harga seekor
kerbau yang berumur 3-4 tahun mencapai Rp.5 juta hingga Rp.l0 juta Namun di
Tator ada kerbau yang khas, yaitu kerbau belang (Tedong Bulen). Kerbau jenis
ini harganya sangat mahal, bisa mencapai ratusan juta rupiah per ekor.
Struktur sosial masyarakat dalam sistem agama leluhur,
yang berkaitan dengan ketentuan potong kerbau, seperti 6 ekor, 8 ekor, dan 12
ekor, menurut Nico B. Pasaka, tokoh Toraja dan Ketua Masyarakat Pariwisata
Indonesia, menegaskan jumlah hewan yang dipotong bisa lebih banyak karena
jumlah seperti di atas dianggap tidak cukup, misalnya jumlah itu belum
mencukupi jatah untuk tempat ibadah atau jatah bagian pembangunan desa.
Cara menyelenggarakan upacara dan jumlah kerbau yang
dipotong, juga tak lepas dari nilai kelas sosial. Kesempurnaan upacara kematian
serta status sosial bagi yang hidup akan menentukan posisi arwah, apakah
sebagai
Bombo (arwah gentayangan),
Tinombali Puang (arwah yang mencapai tingkat dewa),
atau
Deata (Dewa Pelindung).
Seseorang bisa dianggap telah meninggal dunia, jika telah dilaksanakan upacara kematiannya. Kalau kematiannya belum diupacarakan, banyak yang mengatakan Bombo-nya gentayangan. Dalam konteks itulah menjadi kewajiban bagi keluarga yang berduka untuk melaksanakan upacara kematian bagi jenazah yang bersangkutan.
Apabila upacara itu tidak dilaksanakan, dapat menimbulkan rasa malu atau (hilangnya) harga diri , yang disebut Siri’ Mate. jenazah yang dikuburkan tanpa mengurbankan paling sedikit seekor kerbau dan beberapa ekor babi, dinilai Siri’.
Seseorang yang meninggal dunia yang tidak diupacarakan dengan memotong hewan disebut Todibaa bongi, yaitu jenazah almarhum dikubur secara sembunyi-sembunyi pada malam hari.
7. Kesenian
Seni Musik tradisional, antara lain:
Passuling: semua lagu-lagu yang diiringi dengan suling
Pa’pelle/Pa’barrung: Alat musiknya terbuat dari batang
padi dan disambung hingga mirip terompet
Pa’pompang/pa’bas: musik bambu
Pa’karobi: alat kecil dengan benang halus pada bibir
Pa’tulali’: bambu kecil dimainkan sehingga menimbulkan
bunyi
Pa’geso’geso’ : alat musik gesek, terbuat dari kayu
dan tempurung
Seni Tari
Kesenian Tari di Tana Toraja, senantiasa
diapresiasikan berkaitan dengan Aluk Rambu Tuka’ dan Aluk Rambu Solo’, yang
antara lain:
Tarian Ma’gellu : dipentaskan pada upacara
kegembiraan
Tarian Boneballa’ / Ondo Samalele’: digelar dalam
upacara syukuran
Tarian Pa’gellu: dipentaskan pada acara pesta Rabu
Tuka
Tarian Burake: pemujaan kepada Puang Marua dan Deata
Tarian Dau Bulan: Sama dengan Tarian Burake
Tarian Madandan: pemujaan dan doa-doa kepada Puang
Ma’tua dan Deata (Aluk Todolo)
Tarian Manimbong: Tarian pemujaan dan doa pada upacara
syukuran
Tarian Pa’randing: untuk menghormati para pahlawan
perang
Tarian Pa’pangngan: tarian selamat datang
Catatan
Pembangunan dan Modernisasi Tana Toraja, sudah menjadi
tuntutan segenap warganya baik yang berada di dalam maupun di luar Toraja.
Segenap warga Tana Toraja diajak untuk peduli terhadap
kampung halaman.
Tekad yang diusung bersama adalah untuk menjadikan
Toraja unggul dalam:
a. Perkataan ( berani dan penuh percaya diri)
b. Penguasaan Ilmu dan Teknologi (cerdas dan terampil)
c. Penebaran Kasih (saling hormat dan mengasihi)
d. Pariwisata (budaya dan alam)
Penebaran Kasih, ditunjukkan dengan tumbuh suburnya
keanegaraman agama, namun kepercayaan turun-temurun yang dianggap sebagai agama
dan kepercayaan asli yang lebih dikenal dengan nama Aluk Todolo. Aluk merupakan
budaya/aturan hidup yang menjiwai setiap orang Toraja.
IPTEK sudah mewarnai kehidupan mereka dan stratifikasi
sosial yang dulunya beralaskan sendi-sendi tradisional telah terjadi perubahan.
Kini yang tampil adalah berdasarkan Tingkat Pendidikan dan kemapanan ekonomi.
Modernisasi dan IPTEK diupayakan terus digapai oleh
setiap insan Tana Toraja, namun budaya leluhur yang turun-temurun, yaitu Aluk
Todolo, Rambu Tuka’ dan Rambu Solo, serta Rara Buku (Kekeluargaan) tetap
lestari dalam kehidupan mereka.
Sumber:
Buku BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA, Oktober 2011, Dr. Woro Aryandini, SS, MSi dan tim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar